Samarinda – Kondisi HAM sepanjang periode Jokowi-Ma’ruf, menjadi cukup suram karena kebebasan sipil menyusut, budaya kekerasan impunitas terutama papua-papua barat, & keputusan dalam membentuk tim penyelesaian kasus HAM pelanggaran HAM masa lalu, hingga pengesahan KUHP yang bukan hanya membuktikan negara tidak serius melindungi HAM di dalam negeri, tapi juga mencoreng wajah Indonesia di mata dunia dalam bidang pemajuan dan penghormatan HAM.
Komnas HAM melaporkan, ada 3.091 pengaduan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran HAM pada 2022. Jumlah itu meningkat 13,26% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 2.729 pengaduan.
Dari data-data tersebut dapat diartikan bahwa setiap tahunnya pelanggaran HAM terus meningkat, perlu adanya keselerasan penegak hukum & ketegasan setiap instansi pemerintah untuk tegas terhadap penuntasan pelanggaran HAM di Indonesia bagi pelanggaran HAM ringan ataupun pelanggaran HAM berat.
Penyelesaian nya pun tidak menjujung tinggi dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM, dapat dilihat bahwa banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi dimasa lalu seperti;
• Tragedi 1965-1966
• Tragedi Tanjung Priuk 1984
• Tragedi Semanggi II 1999
• Tragedi Munir 2004
• Reformasi Di Korupsi 2019
• Salim Kancil 2015
• Penculikan Wiji Tukul
Dapat dilihat berapa banyak dosa besar sebuah negara terhadap rakyat nya, bulan yang penuh pilu dalam sejarah indonesia, sejak tahun 1965 hingga saat ini telah terjadi berbagai macam peristiwa yang menjadi bulan september sebagai catatan hitam.
Kasus-kasus seperti Penculikan, pembunuhan, hingga pembantaian banyak ditemui. Padahal sudah jelas bahwa dari sekian banyak nya kasus tersebut itu merupakan suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) namun sampai saat ini kasus tersebut belum menemui titik terang siapa pelaku dan apa motif dibalik peristiwa tersebut.
Menjelang Pemilu 2024
Fenomena Politik menjelang pemilu 2024 menjadi isu strategis di penghujung tahun
2023, pasalnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia Capres-Cawapres membuka penyempurnaan tiket emas menuju pemilu 2024 yang kemudian diindikasi adanya Politik Dinasti oleh Presiden Jokowi Widodo, dari Anwar Usman Sebagai Ketua Mahkamah.
Konstitusi untuk memberikan tiket emas kepada Wali Kota Solo yaitu Gibran Rakabuming Raka dengan mengabulkan gugatan atau Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam perjalan pembuatan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 melalui proses yang sangat kontroversial dikarenakan dalam agenda pembahasan untuk sampai menuju putusan Anwar Usman sering kali tidak hadir dengan alasan yang tidak logis dan hanya hadir saat pengambilan keputusan tersebut.
Putusan MK tersebut menyebabkan banyaknya tekanan publik/masyarakat karena Anwar Usman dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai ketua Mahkama Konstitusi.
Sehingga memunculkan sidang MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) yang memutuskan bahwa Anwar Usman selaku ketua MK bersalah melakukan pelanggaran etik dan
diberhentikan dari ketua Mahkama Konstitusi.
Seperti yang diketahui bahwa Anwar Usman juga merupakan paman dari Gibran Rakabumingraka dan ipar dari Presiden Jokowidodo sehingga sangat jelas keputusan tersebut sarat akan kepentingan Dinasti Politik, Maka dari itu kami dari Komite Rakyat Melawan Kaltim menyatakan sikap bahwa segera Tuntaskan Pelanggaran HAM dan Menolak Politik Dinasti. (*)
Tidak ada komentar