Bahas Isu Transisi Energi, AJI Samarinda dan Yayasan Mitra Hijau Gelar Pelatihan

waktu baca 3 menit
Jumat, 8 Mar 2024 17:28 0 154 Harian Republik

SAMARINDA – September 2023 dinobatkan jadi bulan terpanas sepanjang masa. Kenaikan suhu jadi niscaya di dunia. Perubahan iklim sudah terasa. Sedangkan, efek gas rumah kaca yang jadi sebab perubahan iklim itu yang paling tinggi dari sektor energi fosil. Sementara, Kaltim bergantung pada energi fosil seperti migas dan batu bara.

Isu transisi energi harus dipahami jurnalis Kaltim. Agar, bisa menyajikan berita soal transisi energi, memberikan informasi soal transisi energi, dan mengawal isu transisi energi. Maka dari itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda dan Yayasan Mitra Hijau pun mengadakan pelatihan liputan mendalam isu transisi energi. Narasumbernya adalah Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau Dicky Edwin Hindarto dan jurnalis Harian Kompas Sucipto. Pelatihan ini diikuti 25 jurnalis dari berbagai media massa yang ada di Samarinda dan sekitarnya.

Dicky Edwin Hindarto, yang juga Konsultan Transisi Energi, Keberlanjutan, dan Pasar Karbon menjelaskan, kebutuhan energi terus naik, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan, emisi gas rumah kaca itu yang paling tinggi dari sektor energi. Dalam jangka 20 tahun meningkat tiga kali lipat.

Tak dimungkiri, PDRB Kaltim bergantung pada batu bara. Pada 2022, 44 persen PDRB Kaltim berasal dari sektor batu bara. Namun, permintaan produksi batu bara diprediksi turun sesuai dengan komitmen dunia untuk mengurangi penggunaan energi fosil.

Maka dari itu, transisi energi dilakukan. Masyarakat harus disiapkan dengan kemampuan baru. Juga menciptakan lapangan pekerjaan yang baru. Namun, Kaltim sudah mengalami transisi. Dahulu, Kaltim bergantung pada migas dan kayu, kini beralih ke migas dan batu bara.

Di Kaltim sendiri, sejumlah pembangkit listrik terbarukan juga potensial. Seperti pembangkit listrik tenaga surya, bioenergi, pasang surut air laut, hingga hidro. Meski punya potensi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Misalnya, paparan sinar matahari pada pembangkit listrik tenaga surya, atau soal ketinggian permukaan pada pembangkit listrik hidro.

Namun Dicky menekankan, isu soal transisi energi ini perlu mendapat perhatian. Sebab kini, arahnya harus transisi energi yang ramah lingkungan.

“Pentingnya media untuk membawa narasi transisi energi ini. Bebas, apakah dengan angle sentimen negatif atau positif, tapi tujuannya agar terus menjadi perbincangan,” jelasnya.

Agar isu transisi energi menarik perhatian, salah satu caranya adalah dengan membuat liputan mendalam. Sehingga, tulisan dinikmati dan isu transisi energi bisa disajikan secara komperhensif.

Jurnalis Harian Kompas Sucipto memberikan tips untuk liputan mendalam. Dia mengatakan, liputan mendalam memang jadi tantangan tersendiri. Tentu lebih menguras energi dan waktu dibandingkan menulis straight news.

“Tapi kita ingin menantang diri sendiri. Jangan menulis yang begitu-begitu saja,” kata dia.

Dia pun memaparkan kiat penulisan mendalam. Untuk mencari ide penulisan bisa datang dari informasi atau riset data terlebih dahulu. Bisa dengan membaca soal tulisan atau penelitian yang sudah ada. Lalu menetapkan angle berita atau sudut pandang berita. Apa yang bisa menjadi pertanyaan dan daya tarik untuk menjadi sebuah beria.

Setelah itu, menyiapkan kerangka tulisan. Bagian ini, kerangka tulisan akan memudahkan ketika menulis, karena sebagai panduan. Setelah itu, mulai menggali data, melakukan reportase, dan melengkapi bahan. Jika bahan sudah siap, penulisan bisa langsung dimulai. Usahakan dalam keadaan rileks saat menulis. Usai menulis, jangan langsung dikirim. Beri jeda dan baca ulang lagi. Kemudian revisi. Jika sudah mantap, baru dikirim ke redaksi. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    LAINNYA