SAMARINDA – Permasalahan sengketa lahan di Kota Samarinda seolah tak berkesudahan. Gelombang aduan warga terus membanjiri Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), khususnya Komisi I yang membidangi hukum dan pertanahan, mencari solusi atas konflik kepemilikan tanah yang semakin kompleks.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Markaca, mengungkapkan bahwa Komisi I berulang kali harus turun tangan sebagai mediator. Sengketa yang difasilitasi beragam, mulai dari konflik horizontal antarwarga, vertikal antara warga dengan korporasi, hingga masalah yang melibatkan aset pemerintah daerah sendiri.
“Laporan yang masuk cukup banyak. Ada yang berhadapan dengan perusahaan, ada juga masyarakat yang tanpa sadar membangun di atas tanah milik Pemkot karena tak punya izin,” jelasnya saat ditemui, Sabtu (27/9/2025).
Komisi I pernah memfasilitasi kasus-kasus besar seperti polemik lahan pemakaman Loa Bakung melawan PT BBE, sengketa lahan antara warga dan PT IPC di Palaran, hingga konflik di kawasan Perumahan STV Batu Cermin.
Menurut Markaca, terulangnya sengketa ini memiliki akar tunggal yang jelas: tumpang tindih dokumen kepemilikan yang disebabkan oleh lemahnya tata kelola administrasi pertanahan. Ia menilai Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki peran sentral dan wajib bertindak lebih tegas dalam proses sertifikasi untuk mencegah penerbitan sertifikat ganda.
“Kalau sistem administrasi BPN tidak dibenahi secara tegas, potensi konflik tanah akan terus bermunculan,” tegas legislator yang mewakili Dapil Sambutan, Samarinda Ilir, dan Samarinda Kota ini.
Markaca mengingatkan bahwa peran DPRD terbatas hanya sebagai mediator. Solusi permanen sengketa lahan memerlukan keterbukaan dan kompromi dari semua pihakmasyarakat, perusahaan, dan pemerintah untuk duduk bersama mencari jalan tengah yang adil.
Sebagai antisipasi dini, ia juga berpesan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati saat melakukan transaksi jual beli tanah.
“Jangan asal percaya, pastikan dulu legalitasnya benar-benar sah,” pesannya.
DPRD Samarinda menekankan bahwa perbaikan tata kelola pertanahan dan penguatan koordinasi antara pemerintah, BPN, dan masyarakat adalah kunci utama untuk menekan potensi sengketa dan memastikan persoalan serupa tidak terus menjadi isu abadi di Samarinda. (ADV/DPRDSMD/Hd)
Tidak ada komentar