Opini- Negara Indonesia menggunakan sistem demokrasi untuk memfasilitasi kebebasan berpendapat bagi masyarakat.
Didalam sebuah negara, nilai nilai demokrasi harus dipahami dan diamalkan dengan baik. Kata demokrasi itu sendiri berasal dari Bahasa yunani, demos artinya rakyat dan cratein atau cratos adalah kedaulatan.
Artinya demokrasi itu sendiri adalah kedaulatan rakyat atau pemerintahan yang ada tangan rakyat itu sendiri dengan gagasan atau pandangan hidup yang menutamakan persamaan hak dan perlakuan yang sama bagi seluruh warga negara.
Awal terbentuknya negara Indonesia menggunakan sistem presidensial sebagai awal kemerdekaan, dimana rakyat Indonesia mempercayai kepada Soekarno dan Moehammad Hatta yang saat itu menjadi presiden dan wakil presiden.
Seiring berjalannya sistem presidensial timbul kekhawatiran akan adanya absolutisme dari pemerintahan. Pemerintah pun mengeluarkan tiga maklumat. Salah satu dari tiga maklumat itu, berbunyi tentang perubahan sistem dari presidensial ke sistem parlementer.
Sistem parlementer pun digunakan negara Indonesia, dan kedaulatan pun digenggam sepenuhnya oleh rakyat. Berjalannya sistem ini presiden pun membentuk satu kabinet, namun kabinet yang dibentuk pun tidak berjalan dengan lama.
Hal ini disebabkan banyak nya tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia baik dari dalam maupun dari luar. Salah satunya adalah belanda yang ingin kembali lagi untuk menjajah Indonesia.
Berbagai perjanjian pun dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda. Perjanjian-perjanjian itu tidak pernah berjalan sesuai dengan isinya, hingga pada akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda dengan mengadakan Konferensi Meja Bundar yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda, 23 Agustus 1949.
Salah satu dari hasil Konfrensi Meja Bundar adalah kembalinya kedaulatan Indonesia yang dimana Belanda ingin kembali menguasai negara bekas jajahannya ini. Sejak tahun 1950 Indonesia menggunakan sistem demokrasi. Namun, demokrasi yang dianut oleh Indonesia adalah demokrasi liberal.
Berjalannya demokrasi liberal di anggap tidak cocok untuk digunakan oleh Indonesia, sehingga soekarno yang pada saat itu sebagai presiden mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 yang menjadi demokrasi terpimpin.
Selanjutnya, sistem ini berubah kembali setelah Presiden Soekarno diturunkan dari jabatannya sebagai presiden. MPRS selanjutnya mengangkat Soeharto sebagai presiden. Soeharto kemudian menamakan era kepemimpinannya sebagai orde baru.
Di masa pemerintahan orde baru, ternyata kran demokrasi ditutup rapat. Rezim Soeharto memerintah dengan otoriter, kebebasan berpendapat mulai diamputasi, diiringi dengan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang bermunculan, hingga kemarahan rakyat pun meledak pada tahun 1998. Membuka lembar sejarah baru bagi republik, yang kita sebut sebagai reformasi.
Salah satu pengertian demokrasi itu diungkapkan oleh Abraham Lincoln. Dia menyebut bahwa makna demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Filsuf Yunani, Aristoteles sebelumnya juga menjelaskan bahwa demokrasi adalah kebebasan setiap warga negara untuk saling berbagi kekuasaan.
Artinya demokrasi adalah hak kebebasan berpendapat untuk mengambil keputusan agar mengubah hidup. Untuk mengaktifkan demokrasi adalah dengan cara menyampaikan kritikan-kritikan.
Namun tantangannya, hal yang muncul kerap kali bersifat kontradiktif. Kritikan sebagai bagian penting dari demokrasi, selalu dianggap sebagai ancaman yang bagi kekuasaan.
Saat ini kita melihat banyak nya kasus-kasus pembungkaman terhadap kritik. Maka, pertanyaan yang muncul selanjutnya apakah demokrasi di Indonesia sudah berjalan di trek yang sebenarnya atau belum?
Isu tentang demokrasi yang tidak sejalan sesuai dengan makna demokrasi menjadi permasalahan bagi bangsa ini. Demokrasi tentu menjadi sangat penting bagi negara ini sebagai fasilitas kebebasan berpendapat, tetapi hingga hari ini kasus pelanggaran HAM dari tahun 1965 sampai sekarang belum terselesaikan.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hokum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kebebasan berpendapat seseorang itu sudah seharusnya dilindungi oleh negara, namun dalam implementasinya pemerintah tidak sama sekali memberikan kebebasan berpendapat atau menuntaskan kasus kasus pelanggaran HAM, tetapi malah membuat kasus pelanggaran-pelanggaran HAM yang baru.
Terbaru, adanya peristiwa pemukulan polisi terhadap warga Rukun Tani Sumberejo Pakel, Desa Pakel, Jum’at, 14 Januari 2022 dini hari. Tentu, ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang katanya dianut oleh negeri ini.
Sementara itu di Kalimantan Timur yang merupakan ladang basah bagi industri ekstraktif pertambang batubara, kasus kematian anak akibat lubang tambang yang menganga terus menigkat.
Sampai hari ini kasus kematian mencapai 40 jiwa yang tewas akbiat tenggelam dilubang tambang batubara yang tidak direklamasi. Sialnya, tak satupun yang memperoleh keadilan.
Dalam kasus itu, kita melihat begitu terang terjadinya pelanggaran hak hidup, hak atas kesehatan, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak untuk memperoleh keadilan, hingga hak atas rasa aman yang tentunya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Saat ini demokrasi malah cenderung, bahkan memang sudah terang di bawah kontrol oligarki. Oligarki sendiri bermakna pemerintahan yang dijalankan atau dikontrol oleh suatu kelompok, atau elit.
Pada akhirnya, demokrasi yang seharusnya menjadi kebebasan rakyat malah terhambat oleh praktik-praktik politik kotor oligarki yang tak kunjung usai, hingga berimbas pada tatan politik kita yang semakin carut-marut.
Saat ini demokrasi di Indonesia dikuasai oleh aktor-aktor politik bangsa yang berdiri dengan kekuasaan dan kekayaan. Hadirnya kontrol oligarki dalam tubuh pemerintahan membuat demokrasi di Indonesia timpang.
Dalam hal ini tentu menjadi tantangan bagi kita bersama, untuk tetap menyadarkan rakyat tentang pentingnya demokrasi, dan mengawal proses demokrasi di Indonesia.
Penulis : Bernardus Ricard Tani Parera, Komisaris GMNI Politani, Cabang Samarinda
Opini Merupakan Tanggung Jawab Penulis, Tidak Menjadi Tanggung Jawab Redaksi HarianRepublik.com
Tidak ada komentar